Minggu, 05 April 2009

TEAM TEACHING

TEAM TEACHING SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI
UNTUK MENCAPAI BEBAN KERJA MINIMUM 24 JAM
(Drs. Mohammad Ashuri, M.Pd. Widyaiswara LPMP Lampung)


Semenjak dideklarasikan bahwa guru adalah sebuah profesi sama halnya dengan profesi-profesi lain seperti dokter, pengacara dan lain-lain pada tahun 2004, maka untuk menjadi guru siapa saja harus melalui pendidikan khusus yaitu pendidikan profesi guru yang lamanya dari 36 sampai dengan 40 SKS bagi guru pra jabatan. Sedangkan untuk guru di dalam jabatan mereka harus menempuh ujian sertifikasi yang berbentuk portofolio dengan syarat-syarat tertentu, salah satunya ialah mereka harus mengajar minimal 24 jam pelajaran dan maksimal 40 jam pelajaran per minggu. Sebagai penghargaan dari profesi guru tersebut maka mereka berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok per bulan sesuai dengan pangkat dan golongannya saat itu. Namun, bagi mereka yang telah lulus uji sertifikasi dan mendapatkan sertifikat profesi pendidik tunjangan profesi tersebut tidak akan dibayarkan manakala mereka tidak memenuhi beban mengajar tatap muka minimal 24 jam pelajaran perminggu.

Mengajar minimal 24 jam perminggu inilah yang sekarang menjadi persoalan besar bagi guru-guru dalam jabatan baik guru swasta maupun guru PNS. Hal ini dikarenakan oleh berbagai hal diantaranya sebelum turunnya Undang-Undang no. 14 tentang guru dan dosen serta Peraturan Pemerintah no. 74 tahun 2008 tentang guru bahwa guru dipersyaratkan mengajar minimal 18 jam pelajaran perminggu disamping itu memang ada hal-hal lain yang dapat menyebabkan beban tatap muka guru dalam mengajar menjadi kurang dari 24 jam pelajaran perminggu. Menurut Pedoman Perhitungan beban mengajar guru yang dikeluarkan Direktorat Jendral PMPTK Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008 penyebab kekurangan jam mengajar tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Jumlah peserta didik dan rombongan belajar terlalu sedikit,
b. Jam pelajaran dalam kurikulum terlalu sedikit,
c. Jumlah guru di satu sekolah untuk mata pelajaran tertentu terlalu banyak, dan
d. Sekolah pada daerah terpencil atau sekolah khusus yang kondisinya terjadi karena
populasinya sedikit.

Dalam Buku Pedoman tersebut Pemerintah memberikan alternatif solusi bagi guru-guru yang jam tatap mukanya belum mencapai 24 jam perminggu diantaranya adalah dengan :
1. Mengajar pada sekolah lain, pendidikan terbuka, dan kelompok belajar
a. Mengajar pada sekolah atau madrasah lain
Wajib mengajar 24 jam tatap muka per minggu dapat dipenuhi seorang guru dengan
mengajar di sekolah atau madrasah lain baik negeri maupun swasta pada
Kabupaten/kota yang sama sesuai mata pelajaran yang diampu.
b. Menjadi Guru Bina/Pamong pada SMP Terbuka
c. Menjadi Tutor pada program kelompok belajar Paket A, Paket B, dan Paket C
Seorang guru dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per minggu dengan mengajar
di Kelompok belajar Paket A, Paket B, dan Paket C pada kabupaten/kota yang sama
sesuai mata pelajaran yang diampu.

2.Melaksanakan Team Teaching
Guru tetap yang tidak dapat memenuhi beban kerja minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan maksimal 40 (empat puluh) jam tatap muka per minggu pada satuan pendidikan di
mana dia diangkat sebagai guru tetap, dapat memenuhi beban kerjanya melalui sistem tim
pengajaran bersama (team teaching).
3.Melaksanakan Pengayaan dan Remedial khusus
Guru tetap yang tidak dapat memenuhi beban kerja minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan maksimal 40 (empat puluh) jam tatap muka per minggu pada satuan pendidikan di
mana dia diangkat sebagai guru tetap, dapat diberi tugas melaksanakan pengayaan dan
remedial khusus. Pengayaan dan remedial khusus memiliki prinsip bahwa penugasan secara
khusus bagi satu orang guru untuk kelompok peserta didik yang memerlukan bimbingan
secara khusus. Guru yang medapat tugas tersebut disetarakan dengan beban mengajar 2 jam
perminggu.

Pada tulisan ini penulis hanya akan menyoroti khusus tentang poin dua yaitu ”Melaksanakan Team Teaching” karena masalah ini seringkali menjadi perdebatan diantara guru dan bahkan kepala sekolah, karena ketidak jelasan pelaksanaan Team Teaching tersebut. Banyak memang guru melaksanakan team teaching namun kesannya baru sebatas namanya saja, tetapi dalam pelaksanaannya bagi guru guru tersebut adalah yang penting dalam satu kelas ada lebih dari satu orang guru sedang apa yang dikerjakan oleh guru guru dalam team teaching tersebut tidak terlalu diperhatikan. Hal tersebut sebenarnya bukanlah 100% kesalahan para guru, namun mereka berbuat seperti itu karena memang belum tahu atau bahkan tidak pernah ada penjelasan dari atasannya bagaimana melaksanakan team teaching yang sebenarnya. Nah, team teaching yang seperti inilah yang kadang-kadang membuat pimpinan sekolah tidak mau menerimanya sehingga kecenderungannya untuk menambah beban tatap muka bagi guru yang jam mengajarnya kurang dari 24 jam perminggu tidak diperbolehkan dengan cara team teaching. Padahal manakala team teaching dilakukan dengan sebenar-benarnya justru pembelajaran dengan team teaching akan lebih efektif dibanding dengan single teacher teaching.

Peristiwa pelarangan team teaching seperti di atas akan merugikan pihak guru karena untuk mencari tempat mengajar di luar sekolah tempat mereka mengajar atau di luar Satuan Adminstrasi Pangkal-nya (Satmingkal) tidaklah mudah, banyak kendala dalam mencari tempat mengajar di luar satmingkalnya. Sebab di sekolah swastapun mereka harus memperlakukan guru mereka sama seperti guru PNS yang harus memenuhi 24 jam pelajaran perminggu. Artinya tidak semua guru dapat melakukan hal tersebut di atas, apalagi bagi guru yang memang menurut kurikulum jam pelajarannya sedikit misalnya hanya 2 jam pelajaran perminggu sedang gurunya berlebih serta rombongan belajarnya juga sedikit. Oleh karenanya, apabila ada pimpinan sekolah yang tidak membolehkan para gurunya untuk memenuhi 24 jam mengajarnya dengan melakukan team teaching, hal ini akan kontra produktif. Guru yang telah bersertifikat namun karena jam tatap mukanya kurang dari 24 jam dan tidak diperkenenkan memenuhi dengan team teaching, mereka akan frustrasi karena tidak dapat menerima tunjangan profesi dan hal ini bertentangan dengan adanya pilar ketiga dari peningkatan mutu pendidikan yaitu meningkatkan kesejahteraan guru. Jadi team teaching adalah satu-satunya solusi yang dapat menolong guru dimaksud dari kesulitan jam mengajar tatap muka tersebut. Oleh karena itu penulis mencoba untuk mengklarifikasi apa dan bagaimana sebenarnya team teaching tersebut dilakukan di dalam kelas.

Pengertian Team Teaching

Team Teaching dalam pemikiran tradisional yaitu ketika lebih dari satu orang guru terlibat dalam pengajaran dalam satu kelas(Flyn Kj., 2009). Ada beberapa model team teaching yang berbeda, dan kemungkinan lebih dari satu model dapat di lakukan dalam satu jam pelajaran. Terdapat banyak dampak positif yang berhubungan dengan team teaching, tetapi ada juga beberapa hal yang memerlukan pertimbangan sebelum masuk ke suatu pendekatan team teaching.

Dalam team teaching sekelompok guru, bekerja bersama-sama, merencanakan, melakukan proses pembelajaran, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran kepada sekolompok siswa (satu kelas). Dalam prakteknya, team teaching mempunyai format yang berbeda-beda tetapi pada umumnya team teaching adalah merupakan alat dalam mengorganisasikan guru dalam kelompok untuk memacu percepatan dalam pembelajaran. Kelompok atau team biasanya terdiri atas guru-guru yang dapat mewakili guru yang mempunyai keahlian dalam mata pelajaran tertentu yang berbeda tapi mereka harus bergabung dalam satu kelompok kelas yang sama (contoh: IPA, IPS di SMP) dalam merencanakan pembelajaran pada jam pelajaran yang sama. Untuk memfasilitasi proses ini ruang kelas yang biasa diergunakan seharusnya dapat menyenangkan. Bagaimanapun juga, untuk membuat team teaching efektif perlu adanya tidak hanya ruang dan pertemuan saja, namun lebih dari itu.(Centre for the Enhancement of Learning and Teaching, City University of Hong Kong, 1998).

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh sekelompok penulis yang tergabung dalam State University Amerika yang mengatakan bahwa team dapat terdiri atas satu mata pelajaran saja, interdisiplin artinya terdiri atas lebih dari satu mata pelajaran, atau team yang terdiri dari guru yang berasal dari sekolah yang berbeda yang sama pandangannya terhadap siswa dalam hal tertentu. Sebuah team yang baik seyogayanya dapat menggabungkan guru baru dengan guru yang sudah berpengalaman. Dalam team teaching, sebaiknya guru-guru memunculkan inovasi-inovasi pembelajaran, dan memodifikasi jumlah siswa dalam satu kelas, lokasi belajar, dan alokasi waktu yang telah ditentukan sejauh tidak menyalahi aturan. Kepribadian guru, suara, nilai-nilai yang dibawakan oleh guru, dan pendekatan berbeda-beda yang menarik perhatian, dan menghindari kebosanan akan menanambah efektifitas dan efisiensi pembelajaran. (http//www.stateuniversity.com/ tgl. 17 Maret 2009).

Jadi di dalam team teaching guru guru yang tergabung haruslah kompak dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Kompak disini mengandung arti bahwa di dalam menyelenggaran pembelajaran team teaching harus bekerja sama, mendiskusikan mulai dari penyusunan silabus, pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pemilihan materi ajar, penentuan atau pembuatan media pembelajaran yang efektif, penentuan metode pembelajaran yang cocok untuk materi yang disepakati serta menyusun penilaian untuk proses pembelajaran maupun hasil belajar.

Dengan adanya kerjasama yang saling menguntungkan antara guru yang tergabung dalam team teaching tersebut yang seluruh anggota teamnya berkonsentrasi untuk membuat siswa belajar secara efektif, inovatif, kreatif, menantang dan menyenangkan, maka pekerjaan guru secara individu akan semakin ringan dan pembelajaran akan semakin tidak membosankan siswa, sebab pekerjaan yang dilakukan oleh satu team akan lebih baik dibandingkan dengan pekerjaan individu.

Apabila team teaching dilakukan seperti apa yang penulis paparkan di atas hasilnya insyaallah akan lebih baik dan pimpinan sekolah akan menerima model pembelajaran dengan team teaching yang dilakukan oleh guru guru-nya.

Model-model Team Teaching

Perlu kita ketahui bersama bahwa team teaching bukan hanya ada satu model saja, namun terdapat beberapa model team teaching yang dapat dilakukan untuk pembelajaran di kelas. Beberapa diantaranya adalah yang dikemukakan oleh sekelompok expert dari State University Amerika sebagai berikut:
Team teaching tradisional adalah sebuah model dimana dua orang guru mengajar dalam satu kelas dan mereka berbagi tanggung jawab yang sama dalam mengajar pada siswa-siwanya dan secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran selama jam pelajaran berlangsung. Salah satu guru melaksanakan pembelajaran sedangkan guru yang satunya lagi menulis atau membuat catatan di papan tulis.

“Supported Instruction” adalah sebuah bentuk team teaching dimana salah seorang guru menyampaikan materi ajar dan satu guru lainnya melakukan kegiatan tindak lanjut dari materi yang telah disampaikan rekan satu timnya tadi.

“Parallel Instruction” adalah sebuah bentuk team teaching yang pelaksanaannya siswa dibagi menjadi dua kelompok dan masing-masing guru dalam kelas tersebut bertanggungjawab untuk mengajar masing-masing kelompok.

“Differencaiated Split Class” adalah team teaching yang pelaksanaannya dengan cara membagi siswa ke dalam dua kelompok berdasarkan tingkat ketercapaiannya. Salah satu guru melakukan pengajaran remedial kepada siswa yang tingkat pencapaian kompetensinya kurang (tidak mencapai KKM) sedang guru yang lain melakukan pengayaan kapada mereka yang telah mencapai dan/atau yang telah melampaui tingkat ketercapaian kompetensinya (mencapai atau melebihi KKM).

The “Monitoring Teacher” adalah model lain dari team teaching. Model ini dilaksanakan dengan cara salah satu guru dipastikan melakukan peran sebagai pengajar yang memberikan pembelajaran di kelas, sedangkan yang lainnya berkeliling kelas memonitor perilaku dan kemajuan siswa.

Di dalam satu jam pelajaran team teaching dapat diterapkan lebih dari satu model yang berbeda dari model-model team teaching yang telah disebutkan di atas tadi.

Dari penjelasan mengenai team teaching dan model-modelnya tersebut di atas guru dapat memilih model mana yang dapat dianut dipersilahkan saja berunding dengan teman satu teamnya kemudian dirancang bagaiman pembelajaran di kelas sesuai dengan kondisi dan matapelajaran yang diampunya. Dengan demikian maka team teaching yang berhasil guna dan berdaya guna akan terwujud tidak hanya sekedar untuk memenuhi beban tatap muka guru sehingga kurang ada manfaatnya.

Yang terpenting disini adalah guru yang tergabung dalam team harus bekerja bersama-sama untuk menetukan tujuan pembelajaran, mendisain silabus, menyiapkan RPP beserta skenario pembelajarannya, bagaimana mengelola kelas bersama-sama, dan mengevaluasi hasil belajar siswa secara bersama-sama pula. Mereka bertukar pikiran dan berbagi pengalaman, berdiskusi, dan bahkan memberikan tantangan kepada siswa agar dapat menentukan pendekatan yang mana yang cocok dalam melakukan proses pembelajaran pada materi-materi yang disepakati dan sesuai dengan tuntutan Standar Isi. Intinya sebuah team teaching harus bersedia berkomunikasi dan bekerjasama di dalam maupun di luar kelas. Jangan sampai pada saat pembelajaran berlangsung terjadi hal-hal yang bertentangan yang menyebabkan dampak negatif kepada para siswa. Untuk menuju kepada team teaching yang solid dan sukses tentunya team tersebut harus banyak latihan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan team teaching di dalam kelas.

Jadi untuk melaksanakan team teaching para guru dituntut untuk mempunyai waktu ekstra dalam sinkronisasi pemikiran, pendapat dan ide-ide cemerlang agar dalam menghadapi kelas mereka adalah satu kesatuan yang kompak dan solid, dan ini perlu pembiasaan serta kedisiplinan yang tinggi. Sebab apabila salah satu anggota team tidak disiplin dan tidak mau berbagi pengalaman maka akan rusaklah team teaching yang dibentuk tersebut.

Kelemahan dari Team Teaching

Tidak selamanya team teaching itu akan sukses atau berhasil, tentunya ada beberapa kelemahan dari team teaching. Diantara kelemahan-kelemahan tersebut terlebih disebabkan oleh anggota team sendiri dan juga administrator atau pimpinan sekolah. Dalam tulisan ini disampaikan beberapa kelemahan yang diambil dari pendapat parta expert di State University Amerika diantaranya adalah sebagai berikut:
sebagian guru resisten terhadap satu macam metode pengajaran saja yaitu pengajaran single teacher teaching sehingga team teaching dirasakan suatu hal yang mengungkungnya.
sebagian guru tidak suka dengan anggota teamnya sehingga hal ini akan menghambat kerjasama diantara anggota team.
sebagian lainnya merasa bahwa mereka bekerja lebih banyak dan lebih keras, namun gajinya sama dengan anggota teamnya yang nota bene bekerjanya lebih malas.
ada pula yang tidak mau berbagi ilmu dengan anggota teamnya, karena mereka merasa susah untuk mendaptkan ilmu tersebut sehingga mereka menikmatinya sendiri.
team teaching memerlukan energi dan pemikiran lebih banyak dibanding dengan mengajar secara individu sedangkan hasilnya belum tentu lebih baik dan gajinya sama saja dengan yang mengajar seperti biasa.
kelemahan lain kadang-kadang dari administrator atau pimpinan sekolah yang resisten terhadap pola lama dan tidak mau ada perubahan.

Mungkin masih ada lagi kelemahan kelemahan yang lain, namun penulis yakin bahwa kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi sejauh seluruh anggota team dan mereka yang ada di luar team menyadari bahwa team teaching akan lebih baik dari individual teaching maka kelemhan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan baik.

Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab bagi team teaching untuk menghindari kelemahan-kelmahan team teaching dan untuk membuat team teaching berjalan seperti apa yang diharapkan.
Pertanyaan-pertanyaan berikut menguatkan pertimbangan untuk membentuk team teaching:
Apa tujuan dari program, unit, dan pembelajaran yang akan dilaksanakan?
Materi pembelajaran apa yang akan dipresentasikan dan bagaimana urut-urutannya?
Materi mana yang akan diberikan kepada kelompok (kelas ) besar ?
Metode apa dan sumbernya dari mana materi yang akan disajikan?
Siapa yang akan menyajikan dalam kelompok (kelas) besar?
Materi apa yang akan didiskusikan dalam kelompok kecil?
Bagaimana pengorganisasian kelompok kecil tersebut?
Siapa yang bertugas untuk mengelola kelompok-kelompok kecil tersebut?
Bentuk pembelajaran bebas yang seperti apa yang cocok untuk pembelajaran yang akan dilaksanakan?
Berapa lama waktu yang akan dipergunakan untuk kelompok besar, kelompok kecil dan kegiatan bebas dalam pembelajaran?
Bagaimana cara menilai siswa?

Mudah-mudahan dengan pemaparan tulisan tentang team teaching ini dapat memberikan pencerahan kepada sekolah terutama kepada pimpinan sekolah dan kepada guru guru itu sendiri bahwa team teaching layak dipertimbangkan dalam memberikan solusi kepada para guru yang beban mengajar tatap mukanya kurang dari 24 jam pelajaran perminggu. Bahkan kalu memungkinkan team teaching dapat dijadikan tren mengajar masa kini dan masa yang akan datang karena kemungkinan team teaching lebih efektif daripada individual teaching. Semoga.

DAFTAR BACAAN
Bonnit Rebecca and Haugh Bridget.2001. Team Teaching Tips for Foreign Language Teacher. The Internet TESL Journal, Vol. VII, No. 10, October 2001 http://iteslj.org/

Lindauer David L.1990. OA New A pproach to Team Teaching. Available at Questia Media America, Inc. http://www.questia.com/

Peraturan Pemerintah no. 74 tahu 2008 tentang guru

Undang Undang no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

______________ Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.2008.Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru. Jakarta.


_____________.2009. Team Teaching Advantages and Disadvantages. Available at http://www.college.us.com/

_________________.1998. Team Teaching. Centre for the Enhancement of Learning and Teaching, City University of Hong Kong.

Selasa, 03 Maret 2009

ENGLISH FOR CHILDREN

COMMUNICATIVE ACTIVITIES
By: Mohammad Ashuri

Children like playing and moving as stated by Mattias (Sadtono (Ed.),1997), and also listening to stories. In teaching English for children teacher should be creative in developing material communicatively to make the instructional process interesting. There are a number of methods/techniques how to develop materials communicatively. Nevertheless, the succeed of the English instruction will one hundred percent depend on the teacher’s effort in creating the techniques in order to be interested in the instructional practice in the classroom.
Here are some hints to develop materials communicatively as suggested by Musthafa (2000) as follows:
1.Games
Games are familiar method by which elementary school teachers create a setting for second language acquisition. In addition to context, games also provide motivation and a sense of play that brain research and teacher experience indicate can enhance motivation (David Cross, 1992), learning and memory. In playing games students’ attention is on the massage, not on the language. They can acquire language unconsciously. But we can also choose or invent games for introducing and practicing the language. Students will need in natural contexts for communicative purposes. We can also develop and use games that are themselves communicative rather than heavily drill oriented.

Games can also provide a structured setting for the practice of common social and conversation-starting formulas for which there is not sufficient opportunity in the everyday classroom. Such as guessing games is an example of conversation-starting.

Games are enjoyable says Lee (1984). The essence of many games lies in out-stripping, in friendly fashion, someone else’s performance, or in bettering one’s own, as in the world of sport. The goal is visible and stimulating: outdoing others, and improving on oneself, are by and large enjoyable pursuits. Enjoyable also is the active co-operation with one’s fellow.

2.Songs, Rhymes, Finger Plays
Other powerful vehicles for linking language with action include songs, rhymes, and finger plays that involved large-and-small-motor physical actions. When the students sing or recite, they automatically assume command of the prosodic features (rhythm, stress, rhyme) of the language (David Cross, 1992). Many songs and rhymes for young children are designed to incorporate actions, and the finger play is a rhyme built entirely around the use of the hand and the fingers to enter into the performance of a rhyme. In an elementary school foreign language classroom action-oriented songs and rhymes, especially those with humorous actions, become favourites of the children, who want to recite or sing them again and again.

3.Language-Experience Activities
Another strategy for creating context is the use of language-experience activities that involve children in concrete experience surrounded by language. That is, doing things with words. We can choose a group activity as an organizing principle that context to all of language that is practiced. The link between language and action enhances the impact of the language itself and encourages its retention in long-term memory.

4.Props and Concrete Materials
Another important factor in creating context for communication is the use of props and concrete materials. Children throughout the elementary school years continue to learn best from concrete situations. The more frequently the manipulation of actual objects can accompany language use, especially objects representing the cultures being taught, the greater the impact of the language itself.

5.Dialogs
Dialogs—the hallmark of the audiolingual method—have value in the elementary school because they provide a structure for a series of utterances that combine to develop a situation, an idea, or an experience. When they are carefully constructed and chosen, dialogs can provide an outlet for children’s natural love of dramatization and role play. A dialog can prepare students for conversations and situations that will later be part of a story or fairy tale in the curriculum. The dialog can also develop as a means of re-creating a story that the children loved when we read it or when they saw it in a filmstrip or a movie.

The following guidelines will assist us in the choice or creation of a dialog:
a.It should be short, including short utterances for the children to say.
b.It should feature natural use of language that is not restricted by artificially imposed grammatical limitations.
c.It should be open to many variations so that it can be recast to serve as the basis for future dialogs in other settings.
d.It should be flexible so that children can shape it according to their own creativity and senses of humour.
e.It should incorporate a large proportion of previously learned vocabulary and functions so that children are not overwhelmed by the quantity of new language to be learned.

6.Role Play
Role play moves a step beyond the dialog and places students in a situation in which they are called on to cope with the unexpected or with a new setting , using the material they have memorized through dialogs and other classroom activities. For example, after working with a dialog drawn from a shopping situation, students of English might be called on to develop a role play in which they go into an ”international shopping mall” to buy an item that represents new vocabulary or a new challenge. Perhaps they look for their favourite American brand of breakfast cereal at the food store, or the clerk has only sizes that are too large or too small in the clothing store. They then work together in a group to develop an unscripted conversation around the new situation.

7.Small-group or Pair Work
Another very powerful context for communication in the classroom involves the use of small-group or pair activities. Students can work together to solve a problem or develop a response to a situation on a map, to choose an appropriate gift for parent, to identify another member of their class, and so on. As they share the information orally, the children solve the problem and also practice the language involved. In a pair or small-group setting of three to four children, they might work with a “jigsaw”; each child has a certain amount of information that—when combined with the rest of the groups—will lead to completion of an assignment.

Senin, 02 Maret 2009

Pengembangan Profesi bagi guru

PENGEMBANGAN PROFESI
Oleh: Mohammad Ashuri

PENDAHULUAN
Guru adalah jabatan profesi, untuk itu guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Guru-guru yang profesional inilah yang diharapkan dapat membawa atau mengantar peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki masyarakat abad 21 yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sangat kompetitif. Jika guru tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin mereka dapat membantu dan membimbing peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, seorang guru harus terus meningkatkan profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik manusia yang kompitabel di era globalisasi ini.

Untuk menghadapi masyarakat abad 21 ini, guru harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah;
b. Memiliki kepribadian yang prima;
c. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi;
maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai strategi antara lain dengan pengembangan KTI (Karya Tulis Ilmiah maupun pengembangan profesi yang lain).

Sebagai penghargaan dari pengembangan profesi tersebut maka guru akan mendapatkan kenaikan pangkat dan jabatan yang sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya, serta sesuai dengan angka kredit yang dicapainya. Dalam Surat Keputusan Menteri PAN disebutkan bahwa pengembangan profesi untuk mencapai angka kredit tertentu antara lain adalah: a) melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan, b) membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan, c) menciptakan karya seni, d) menemukan teknologi tepat guna, dan e) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

Jadi sebenarnya inti dari pengembangan profesi itu adalah kegiatan guru dalam mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas.

Namun kenyataannya tidak semua guru mengetahui bahwa ada lima jenis kegiatan pengembangan profesi yang dapat dilakukan oleh guru. Kebanyakan guru hanya mengejar satu jenis pengembangan profesi yaitu kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan, dan itu saja hanya satu macam karya ilmiah saja yang dikejar yaitu penelitian tindakan kelas saja. Padahal selain penelitian masih banyak lagi Karya Tulis Ilmiah yang lain diantaranya adalah Karya Tulis Ilmiah yang merupakan tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri, Karya Tulis Ilmiah populer, prasaran seminar, buku, modul, diktat dan karya terjemahan yang semuanya tersebut dapat dilakukan oleh semua guru dan tidak sesulit melakukan kegiatan penelitian. Memang angka kredit yang diperolehnya tidak sebanyak penelitian, tapi apalah artinya mengejar penelitian yang nilainya besar namun banyak gagalnya atau kalau tidak dan lebih parahnya lagi si guru minta tolong kepada orang lain untuk membuatkan karya tulis hasil penelitian dengan imbalan sejumlah uang – hal ini tidak boleh dibiarkan. Lebih baik menulis yang dapat ditulis sendiri dengan pasti dan mendapatkan angka kredit sedikit tapi pasti.

Masing-masing kegiatan pengembangan profesi diberikan angka kredit sesuai Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmenpan) No. 84/1993 yang berlaku:
Memang yang menjadi kendala terbesar bagi guru adalah karena guru tidak biasa menulis, kebiasaan guru khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya adalah kebiasaan atau budaya ”tutur”, sehingga untuk membudayakan menulis amatlah sulit tetapi bukan berarti tidak bisa. Kesulitan ini disamping memang karena budaya tutur yang mengemuka di kalangan guru, tapi juga karena ketidak tahuan para guru harus menulis apa untuk pengembangan profesi itu. Maka tidak heran juga manakala portofolio ntuk sertifikasi guru pada kolom pengembangan profesi banyak yang ompong.

Pada tulisan ini akan dijelaskan secara singkat kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam pengembangan profesi, agar para guru lebih memahami dan mendalami pengembangan profesi sehingga tidak terjebak dengan hanya satu pengembangan profesi yaitu kegiatan penelitian saja. Apa lagi ke depan bukan saja kenaikan pangkat/golongan dari IV/a ke IV/b ke atas saja yang mewajibkan guru harus mendapatkan angka kredit yang berasal dari pengembangan profesi, namun mulai dari kenaikan III/b ke III/c harus ada pengembangan profesi minimal 2 kredit, dari III/c ke III/d minimal 4 angka kredit, dari III/d ke IV/a minimal 6 kredit, dari IV/a ke IV/b minimal 8 kredit, dari IV/b ke IV/c minimal 10 kredit, dari IV/c ke IV/d minimal 12 kredit dan dari IV/d ke IV/e minimal 14 kredit.

JENIS – JENIS PENGEMBANGAN PROFESI GURU
1.Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan
a.Penelitian
b.Karya Tulis Ilmiah berupa tinjauan atau ulasan hasil gagasan sendiri
c.Karya Tulis Ilmiah Populer
d.Prasaran Seminar
e.Buku
f.Modul
g.Diktat
h.Karya Terjemahan
2.Membuat alat Pelajaran/alat Peraga
3.Menciptakan Karya Seni
4.Menemukan Teknologi Tepat Guna
5.Mengikuti Kegiatan Pengembangan Kurikulum

PENUTUP
Pengembangan profesi guru sebagai tenaga kependidikan di Indonesia sampai saat ini masih terbuka amat luas, baik didasarkan atas kondisi tuntutan lapangan maupun tantangan di era global sekarang dan yang akan datang yang ditandai dengan ciri-ciri masyarakat abad 21. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini untuk pengembangan tenaga profesional guru tersebut belum cukup optimal, karena banyaknya hambatan dan tantangan yang ada. Ke depan, peran dunia swasta dan masyarakat amat menentukan mengingat adanya perubahan paradigma pendidikan seiring dengan perubahan tatanan pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik.
Otonomi daerah memberikan peluang untuk pengembangan guru sebagai profesional yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan pengembangan profesi yang telah dipaparkan di atas semoga lebih banyak lagi rekan-rekan guru yang dapat mengekspresikan kompetensinya dengan sebebas-bebasnya dalam bentuk tulisan guna meningkatkan mutu pembelajaran pada khususnya dan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya.

Tulisan ini hanya sekedar memberikan sedikit pemahaman tentang pengembangan profesi guru, untuk lebih detilnya rekan-rekan guru dapat membaca makalah-makalah lain yang membahas khusus tentang masing-masing jenis pengembangan profesi guru.

Note:Untuk masing-masing sub kegiatan dapat dilihat pada edisi lain.

Minggu, 01 Maret 2009

KTI ULASAN, GAGASAN SENDIRI

KARYA TULIS ILMIAH BERUPA TINJAUAN ATAU ULASAN ILMIAH GAGASAN SENDIRI *)
Oleh : M. Ashuri


I. PENDAHULUAN

Pengembangan Profesi adalah salah satu syarat untuk memenuhi Angka Kredit Kenaikan pangkat bagi guru, utamanya bagi mereka yang akan naik pangkat/golongan ke IV/b. Walaupun inti dan tujuan pengembangan profesi tersebut sebenarnya bukan itu, kenaikan pangkat/golongan sebenarnya merupakan reward setelah guru melaksanakan tugasnya dengan sebenar-benarnya.

Kegiatan pengembangan profesi guru adalah pengamalan (penerapan) keterampilan guru untuk peningkatan mutu belajar mengajar, atau menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dikbud. Jadi seperti yang sudah disebutkan di atas tujuan pengembangan profesi bukan untuk menambah guru dengan golongan IVa ke atas, tetapi untuk memperbanyak guru yang makin professional sebagai penghargaan bagi guru profesional, diberikan penghargaan, di antaranya kenaikkan golongannya.

Kegiatan pengembangan Profesi sebenarnya ada 5 kegiatan antara laian: KTI,
Teknologi Tepat Guna, Alat Peraga, Karya Seni dan Pengembangan Kurikulum. Sedangkan Karya Tulis Ilmiah ada 7 macam antara lain adalah:
1.1 Penelitian
1.2 Karangan Ilmiah berisi tinjauan atau ulasan ilmiah gagasan sendiri
1.3 Karangan Ilmiah Populer
1.4 Prasaran Seminar
1.5 Buku
1.6 Diktat
1.7 Terjemahan

Salah satu jenis Karya Tulis Ilmiah adalah Karangan Ilmiah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah gagasan sendiri namun kebanyakan rekan-rekan guru selalu mengejar untuk menulis karya ilmiah dari Laporan Penelitian dikarenakan oleh antara lain karena ketidak fahaman mereka atas jenis-jenis karya tulis ilmiah ataupun dikarenakan karya tulis ilmiah yang berasal dari Laporan Penenlitian angka kreditnya lebih besar. Untuk menambah wawasan para guru akan hal Karya Tulis Ilmiah, maka tulisan ini bermaksud sedikit mengurai, menjelaskan dan mencoba untuk memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan Karya Tulis Ilmiah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah gagasan sendiri tersebut yang kemudian dapat berlatih untuk mencobanya sehingga kelak para guru dapat membuat karya tulis jenis ini dengan percaya diri.

Karya tulis atau makalah yang berisi tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang pendidikan apabila dipublikasikan dalam bentuk buku angka kreditnya 8 per buku sedangkan bila dimuat dalam majalah ilmiah angka kredit yang didapatkan adalah 4 per karya. Sedangkan apabila karya tersebut TIDAK dipublikasikan, tetapi didokumentasi di perpustakaan sekolah dalam bentuk buku angka kreditnya 7 per buku sedangkan bila dalam majalah ilmiah angka kredit 3,5 per karya. Jika karya tulis tersebut, setelah dinilai tidak dapat termasuk dalam salah satu dari macam karya tulis yang ada, maka karya tulis tersebut BELUM DAPAT diberi nilai (contoh: karya tulis yang berupa surat, skripsi, tesis, disertasi, bendelan laporan, kliping koran, atau kumpulan foto-foto, dan lain-lain).

II. PENGERTIAN

Karya Ilmiah atau Artikel yang dimaksud disini adalah merupakan karya ilmiah hasil pengkajian, gagasan konseptual dalam bidang pendidikan bukan yang lain. Jadi walaupun seorang guru telah menulis karya ilmiah baik berupa buku, artikel yang dimuat dalam majalah ataupun yang berbentuk naskah yang didokumentasikan untuk keperluan perpustakaan, apabila tulisan tersebut tidak ada hubungannya dengan pendidikan, maka karya tersebut sebagus apapun tidak dapat diterima menjadi angka kredit.

Artikel ini menelaah suatu teori, konsep, atau prinsip mengembangkan model, men- deskripsikan fakta/fenomena, menilai suatu produk. Penyajian dalam jurnal bervariasi, ketentuan menulis artikel non penelitian pada dasarnya sama dengan makalah pendek (maksimum 18 halaman). Dalam makalah pendek, biasanya tanpa abstrak dan kata kunci, sedang artikel non penelitian harus ada abstrak dan kata kunci.

KTI berbentuk tinjauan/ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri, meliputi:
Menyusun KTI berupa tinjauan/ulasan hasil gagasan sendiri sesuai dengan bidang yang diajarkan yang dipublikasikan.
Menyusun KTI berupa tinjauan/ulasan hasil gagasan sendiri sesuai dengan bidang yang diajarkan dalam diklat yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan (Kepmendiknas No. 151/U/2003).
Karya Tulis atau Artikel ini termasuk Karya Tulis non penelitian karena jenis artikel ini merupakan hasil menelaah teori, konsep, atau prinsip, mengembangkan suatu model, menganalisis suatu fakta atau fenomena tertentu, atau menilai suatu produk.

Ada 4 hal pokok yang perlu diperhatikan dalam penulisan karya iilmiah:
1. apa yang akan ditulis/dilaporkan; hasil penelitian/survai, review, laporan
teknis, dsb.
2. media tempat tulisan dimuat, majalah, risalah, bagian dari buku
3. pembaca atau audience
4. keaslian, beda naskah dengan naskah lain pada subjek yang sama.Berdasarkan 4 hal tersebut dapat dengan jjelas ditentukan tujuan naskah/tulisan yang akan dihasilkan, kelengkapan data/bahan tulisan untuk selanjutnya dituangkan dalamfformat yang meliputi:
 pendahuluan
 teori
 hasil dan pembahasan
 kesimpulan

Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalan penulisan Karya Ilmiah yang berupa tinjauan atau ulasan hasil gagasan sendiri diantaranya adalah:
Menyiapkan rancangan dengan baik, jika anda telah dapat menyiapkan rancangan dengan baik artinya anda telah memiliki good start untuk menulis.
Pedoman umum untuk mendiskripsikan analisis, pengorganisasian, dan pelaporan yang berhubungan dengan literatur adalah membuat kerangka penulisan.
Pengembangan kerangka penulisan mencakup idnetifikasi dan penyusunan topik-topik utama yang diikuti dengan pembedaan setiap topik utama ke dalam subheadings yang logis.
Berdasarkan pada tinjauan pada literatur atau referensi, Anda dapat mengidentifikasi dua atau lebih jurnal, artikel yang dapat dipublikasikan.
Topik yang menarik umumnya diangkat dari isu-isu terkini, spesifik, faktual, aktual, memiliki daya tarik, belum pernah dipublikasikan, tidak kedaluwarso, memiliki nilai publishing tinggi.
Panjang atau pendeknya tulisan serta tata tulisnya disesuaikan dengan persyaratan atau ketentuan dari publishers.
Isi dan format artikel, jurnal, makalah umumnya mirip dengan thesis atau disertasi, tetapi lebih pendek.
Penulisan referensi sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah.
Konfirmasi data, informasi, isu, masalah, dan substansi materi perlu (harus) dilakukan untuk memperoleh akurasi, validitas, reliabilitas, dan kebermaknaan sejati.
Konfirmasi dapat dilakukan dengan sumber data, pihak yang berwenang, atau yang terkait.

Karya ilimiah ini apabila dilanjutkan dengan penelitian di lapangan, maka karya tulis ini dapat menjadi penelitian dengan laporan penelitiannya, otomatis angka kreditnya akan lebih besar dari pada bila hanya berhenti pada gagasan saja tidak diteruskan menjadi sebuah penelitian.

III. SISTEMATIKA PENULISAN

3.1 JUDUL
Singkat, jelas atau spesifik dan mencerminkan isi: Singkat artinya tidak lebih dari 12 kata, jelas maksudnya tidak ambigu, dengan membaca judul orang sudah dapat menduga kemana arah tulisan tersebut dimaksudkan. judul yang terlalu panjang diusahakan diperpendek . Bila tidak mungkin, dapat ditulis menjadi dua bagian yaitu: judul dan subjudul. untuk memudahkan pembuatan indeks, judul hendaklah mengandung satu atau lebih kata kunci

3.2 ABSTRAK disertai kata kunci (optional):
Abstrak merupakan ringkasan dari isi tulisan ilmiah yang berisi masalah, tujuan penulisan, gagasan yang dikemukakan serta kesimpulan dari tulisan tersebut. Optional maksudnya tidak harus, banyak tulisan yang berupa tinjauan atau ulasan dari gagasan sendiri tidak menuliskan abstraknya. Ringkasan/rangkuman isi naskah, bersifat informatif, berdiri sendiri satu alinea, tanpa tabel, rumus, gambar dan acuan pustaka, menarik, mengandung informasi yang menimbulkan minat pembaca untuk membaca keseluruhan naskah. Tersusun tidak lebih dari 200 – 250 kata, dalam bhs. Indonesia & Inggris biasanya ditulis setelah naskah tersusun karya tulis ilmiah hasil penelitian memuat ringkasan tentang masalah, tujuan dan lingkup penelitian, pemecahan masalah, metode, hasil utama & kesimpulan. Hasil review memuat scope/lingkup, sumber yang diacu/digunakan, metode dan hasil utama & kesimpulan. Penulisannya diawali dengan judul karya tulis yang ditulis dengan huruf kapital, diketik lima ketukan dari margin kiri Karya tulis dalam bahasa Indonesia diawali dengan abstrak dalam bahasa Indonesia, kemudian abstrak dalam bahasa Inggris.
Berlaku sebaliknya untuk karya tulis dalam bahasa Inggris.

3.3 KATA KUNCI
Di bawah abstrak ditulis paling sedikit tiga kata kunci yang relevan
dengan isi karya tulis, demikian pula di bawah abstract ditulis
paling sedikit tiga key words yang sesuai dengan kata kunci pada
abstrak (bhs. Indonesia).Kata kunci harus benar-benar merupakan kata kunci dari isi makalah yang dibahas, berguna untuk pembuatan indeks atau data base.

3.4 PENDAHULUAN (latar belakang masalah, perumusan masalah disertai fakta):
Uraian singkat tentang pokok/latar belakang masalah, tujuan dan kepentingannya diulas, batasan/scope kegiatan, hipotesis ataupun teori yang digunakan, ungkapkan pula apa yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain dan perbedaannya dari penelitian lain atau yang sebelumnya tentang hal serupa.
Pendahuluan berisi uraian yg mengantarkan pembaca pada topik utama yang dibahas, menguraikan hal yang menarik pembaca sehingga “tergiring” untuk mendalami bagian selanjutnya. Bagian akhir pendahuluan hendaknya diakhiri dengan rumusan singkat tentang hal-hal pokok yang dipermasalahkan dan akan dibahas ( 1 – 2 kalimat)

3.5 KAJIAN TEORI/PUSTAKA YANG RELEVAN:
Diperlukan terutama bila persoalan yang dibahas didasarkan atas teori tertentu, atau penulis hendak mengetengahkan teori yang belum pernah dilaporkan, teori tersebut perlu diuraikan secara rinci.Untuk karya tulis hasil eksperimen dan hasil survei, penguraian teori secara rinci akan mampu memperjelas latar belakang penelitian yang diungkapkan pada pendahuluan. Untuk karya tulis hasil tinjauan pustaka dan bahasan teoritis, pengungkapan teori akan dapat mempermudah uraian yang akan disampaikan pada pembahasan. Untuk karya tulis rancang bangun, penyampaian teori akan memperjelas penalaran yang mengarah kepada penyuntingan metode analisis yang relevan dalam pekerjaan rancang bangun. Secara umum terdapat bagian yang perlu menjadi fokus permasalahan, adanya teori yang akan dipakai dasar pembahasan masalah (relevan dgn rumusan masalah), ulasan/ pembahasan/analisis (gagasan penulis dpt disertai data) dan kesimpulan

3.6 ANALISIS/PEMBAHASAN (GAGASAN/IDE PENULIS):
Pembahasan yang dilakukan haruslah objektif dan sesuai dengan data yang diperoleh (Tabel atau Gambar) memperhatikan ataupun merujuk pula hasil penelitian lain ataupun terdahulu. ungkapkan pula keterbatasan ataupun limitasi dari hasil yang diperoleh dan periksa apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitian tersebut, ungkapkan pula saran ataupun penelitian lanjutan yang perlu dilaksanakan.
3.7 KESIMPULAN (MENJAWAB MASALAH): P
Pada bagian ini ungkapkan esensi dan arti penting dari hasil penelitian tanpa mengulangi apa yang telah diungkapkan dalam bagian diskusi. Kesimpulan ini adalah kesimpulan menyeluruh hasil penelitian dan bukan kesimpulan dari bagian-bagian penelitian ataupun percobaan.
Istilah penutup sering digunakan sebagai bagian akhir artikel non penelitian, jika isinya hanya berupa catatan akhir. Jika uraian pada bagian akhir berisi kesimpulan hasil pembahasan bagian sebelumnya, perlu masuk kekesimpulan. Artikel non penelitian membutuhkan kesimpulan.
Ada juga beberapa artikel non penelitian yang dilengkapi saran. Bila perlu seyogyanya ditempatkan pada bagian tersendiri.

3.8 DAFTAR RUJUKAN/PUSTAKA:
Daftar rujukan harus lengkap dan sesuai dengan rujukan yang disajikan dalam batang tubuh artikel ilmiah. Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam batang tubuh artikel. Demikian pula semua rujukan yang disebutkan dalam batang tubuh harus disajikan dalam daftar rujukan/pustaka.
Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal, buku ataupun naskah ilmiah yang digunakan sebagai referensi/acuan ditulis pada bagian ini. Reference yang dirujuk haruslah yang benar-benar mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian tersebut.
1. Pustaka (reference) dapat diacu dengan 2 cara :
penomoran dalam superscript atau tanda kurung
- dalam pustaka 2 ……….
- dalam pustaka [2] ……..
2. Tahun dalam tanda kurung, struktur enzim ini juga telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya (Dardel et al., 1984)

CONTOH PENULIISAN PUSTAKA
Buku, tanpa editor
3. CHUM, H. L.; BAIZER, M. M., The Electrochemistry of Biomass and Derived Materials, ACS Monograph 183, American Chemical Society: Washington, DC, 1985;134-157.
4. STOTHERS, J. B.,Carbon-13 NMR Spectroscopy; Academic Press, New York, 1972; Chapter 2.
Buku dengan editor
5. KOLAR, G. F. In Chemical Carcinogens, 2nd ed., Searle, C. E., Ed., ACS Monograph 182, American Chemical Society, Washington DC, 1984; Vol. 2,
Chapter 14.
6. HAMMOND, C. R., The Element, Handbook of Chemistry and Physics, 45th ed., Weats, C. R., Selby, S. M., and Hodgman, C. D., Eds., The Chemical Rubber Co. Cleveland 1964; 27-47.

3.9 Penggunaan Tabel dan Gambar
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah, terkadang harus mencantumkan tabel dan gambar, baik yang dibuat sendiri maupun mengutip dari sumber lain. Tabel merupakan susunan dari bahan-bahan yang mengandung angka-angka yang dibuat secara sistematis, biasanya terdiri dari beberapa kolom. Sedangkan yang dimaksud dengan gambar adalah bentuk-bentuk tertentu yang tidak dapat dikategorikan sebagai tabel, misalnya cetak biru (blueprint atau bestek), bagan atau denah, lukisan, grafik, peta, dan sejenisnya.


3.10 Nama penulis
Tanpa gelar akademik atau gelar apapun, ditulis di bawah judul. Sedang lembaga tempat penulis bekerja ditulis di catatan kaki halaman pertama. Kalau lebih dari satu penulis ditulis penulis utama

IV. PENGORGANISASIAN ISI

4.1 Mengidentifikasi tipe isi
Isi yg dimaksud dapat berupa fakta, konsep, prosedur, dan prinsip
· tipe isi konsep menekankan uraian tentang “apanya”
· tipe isi prosedur menekankan tentang “bagaimana”
· tipe isi prinsip menekankan tentang ”mengapa”

4.2 Menetapkan Struktur

· Struktur Isi Mengacu Pada Kaitan Antar Isi
· Isi mana yang perlu diuraikan lebih dahulu, mana yang kemudian, dan seberapa dalam/rinci setiap isi perlu diuraikan
· Jika isi berupa konsep, sebaiknya ditata dalam struktur konseptual
· Jika isi berupa prosedur, sebaiknya ditata dalam penggunaan struktur prosedur
· Jika isi berupa prinsip, sebaiknya ditata dalam struktur teoretik

4.3 Menata isi ke dalam struktur

Jika hasil langkah kedua mengarah ke pembuatan struktur konseptual, maka langkah berikutnya adalah memilih semua konsep penting yang akan diuraikan dan menatanya menjadi suatu struktur yang bermakna, yang secara jelas menunjukkan keterkaitan antar konsep

4.4 Menata urutan isi

Urutan berpijak pada struktur, dengan langkah sebagai berikut:
· Paparkan sruktur isi pada bagian paling awal dari artikel. Struktur isi bagian penting artikel dijadikan kerangka acuan paparan isi
· Paparkan isi terpenting pada bagian pertama. Jika konsepnya berprasyarat, konsep prasyarat perlu dipaparkan lebih dahulu
· Sajikan isi bertahap dari umum ke rinci. Setiap paparan suatu bagian sebaiknya selalu ditunjukkan kaitannya dengan isi yang lain.

4.5 Mendiskripsikan Isi

· Setelah langkah tersebut dilakukan, penulis membuat paparan isi sesuai dengan urutan yg telah ditetapkan sebelumnya.
· Dalam memaparkan isi upayakan menggunakan tahapan tingkat umum terinci. Dengan cara ini, tingkat sajian yg lebih umum akan menjadi pijakan bagian sajian isi.

V. PENYAJIAN

Karya Tulis yang berupa tinjauan atau ulasan hasil gagasan sendiri ini dapat disajikan:
· Yang dipublikasikan (melalui media masa termasuk website).
Format/bentuk penyajian untuk Karya Tulis Ilmiah yang dipublikasikan diserahkan
sepenuhnya pada mekanisme editorial yang dilakukan oleh pihak penerbit ataupun
redaktur dari majalah/media massa, atau pengelola website tersebut.
· Yang tidak dipublikasikan(didokumentasikan berbentuk buku atau makalah).
Format penyajian untuk karya tulis yang tidak dipublikasikan diatur sebagaimana sistematika tersebut di atas dengan lebih detilnya sebagai berikut:
Cara penulisan yang baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional
Penomoran bagian-bagian Isi:
Penomoran bagian-bagian isi dilakukan berdasarkan ketentuan umum yang lazim sesuai dengan urutan turunan penjelasan. Untuk bab digunakan angka romawi (I, II dst.), sedangkan bagian-bagian dari bab digunakan huruf kapital, angka arab dan seterusnya.
Angka romawi menunjukkan bab. Huruf kapital menunjukkan sub bab, dan seterusnya untuk rincian berikutnya. Perlu diperhatikan disini adalah kesesuaian judul (sub judul) yang berkaitan. Maksudnya bila judul untuk sub-bab menggunakan kata benda, maka semua sub-bab yang lainnya juga menggunakan kata benda. Demikian juga untuk rincian yang lain.
· Alenia atau paragraf.
1.Kesatuan (Unity)
Setiap paragraf hanya mengandung satu gagasan utama. Salah satu cara yang baik untuk menghindari adanya campurnya beberapa gagasan utama dalam satu paragraf ketika mengembangkan paragraf adalah kalimat intai atau kalimat kunci (topic sentence)
2.Pengembangan (expansion)
Suatu alinea sebaiknya tidak hanya terdiri dari satu kalimat (gagasan utama saja). Suatu alinea yang utuh biasanya meliputi gagasan utama (kalimat inti) dan pengembangannya. Ada banyak peluang untuk mengembangkan gagasan utama. Merinci atau menjelaskan unsur-unsur gagasan utama merupakan salah satu peluang tersebut. Contoh lainnya, jika tekanan akan diberikan pada hubungan sebab-akibat, maka uraian dapat diarahkan untuk menjawab pertanyaan “mengapa”.
3.Koherensi
Suatu alinea yang baik akan memudahkan pemahaman dan mengikuti gagasan utama dan dukungannya. Hal ini sangat ditentukan oleh kesatuan dan pengembangan alinea tersebut. Selain itu, sistematika dan urutan dalam
penyampaian gagasan juga penting. Untuk itu, gunakanlah kata kunci dan kata atau frasa penghubung yang sesuai (misalnya: karena itu, dengan demikian, dsb) sebagai sarana untuk mengendalikan kejelasan dan konsistensi.
4.Kalimat efektif
Kesatuan, kejelasan, dan konsistensi hanya dapat dicapai dengan menyusun kalimat efektif. Oleh sebab itu, perhatikan struktur kalimat (subyek, predikat, keterangan, dan seterusnya) agar kalimat yang tersusun bukan kalimat yang rancu.
5.Penulisan
Mulai penulisan suatu alinea selalu menjorok ke dalam pada ketukan keenam. Jika dalam suatu alinea terdapat kalimat yang penghabisannya tidak sampai penuh ke marjin kanan, maka kalimat berikutnya (untuk alinea yang sama) harus menggunakan ruang yang tersisa. Jadi tidak dimulai dari marjin kiri. Perlu diperhatikan bahwa dalam penulisan harus rata kanan, kecuali ujung kalimat terakhir pada alinea yang bersangkutan.

6.Penggunaan Catatan Kaki
Penggunaan data atau gagasan pihak lain yang belum dianggap umum (sebagai milik publik) harus ditunjukkan sumbernya (referensi) dengan memberikan catatan kaki. Perlu ditegaskan pula bahwa terdapat cara-cara lain yang bisa digunakan untuk keperluan ini, tetapi untuk Karya Tulis Ilmiah yang ditetapkan adalah penggunaan catatan kaki.

· Marjin (Batas Tepi Teks), Spasi (Jarak baris), dan Ukuran kertas
Untuk Karya Tulis Ilmiah yang didokumentasikan dalam bentuk makalah, marjin yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
a. marjin kiri = 1,5 inci
b. marjin kanan = 1 inci
c. marjin atas = 1,5 inci
d. marjin bawah = 1,5 inci
Spasi dalam teks makalah adalah dua spasi, sedangkan untuk kutipan langsung yang lebih dari empat baris, catatan kaki dan daftar pustaka, jarak baris adalah satu spasi (jarak antar catatan kaki atau unsur dalam daftar pustaka adalah dua spasi). Ukuran kertas yang diperkenankan untuk penulisan Karya Tulis Ilmiah adalah kertas putih kuarto (Q4 / 8,5 inci x 11 inci) dengan berat 60 – 80 gram.

· Penomoran Halaman
Nomor halaman menggunakan angka arab (1, 2, dst) dan diberikan secara
berurutan dari Bab I hingga daftar pustaka. Untuk nomor halaman pada Bagian Pendahuluan (kecuali halaman judul) digunakan angka romawi kecil (i, ii, iii, iv, dst).

· Penggunaan Kutipan
Pada dasarnya terdapat dua cara untuk mengutip suatu sumber, yaitu secara
langsung (asli) dan secara tidak langsung (menyadur). Kutipan langsung adalah kutipan yang mengambil secara persis kata demi kata dari sumbernya. Sedangkan kutipan secara tidak langsung adalah kutipan yang sudah diubah dengan kata-kata sendiri. Kedua jenis kutipan tersebut diperkenankan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan kutipan, yaitu:
a. Kutipan haruslah relevan dengan masalah yang sedang dibahas dan hendaknya tidak terlampau panjang.
b. Jika penyaduran (kutipan tidak langsung) mengakibatkan perubahan arti dan kesalapahaman, maka kutipan langsung merupakan pilihan terbaik.

VI. ALASAN KARYA TULIS ILMIAH DITOLAK

Seringkali para pengusul pengembangan profesi khususnya penulisan karya ilmiah kecewa dikarenakan karyanya tidak dinilai ataupun diterima. Untuk itu perlu dikemukakan disini dasar-dasar penolakan karya ilmiah tersebut diantaranya adalah:
Tidak Asli
Tidak ada pengesahan
Kadaluwarsa
Bukan Bidang Pendidikan
Tidak jelas jenis KTI nya
Formatnya tidak sesuai pedoman
Tidak mengikuti alur berpikir ilmiah
Masalahnya tidak berkaitan dengan pengembangan profesi widyaiswara
Kajian teori/pustaka tidak sesuai/lengkap
Metodologi tidak tepat
Analisis tidak tepat
Hasil pemilihan tidak sesuai/tepat
Gagasan penulis tidak tampak
Antara bab satu dengan yang lain seimbang/konsisten
Kesimpulan tidak sesuai

Untuk menghindari penolakan Karya Tulis Ilmiah yang sudah dibuat, seharusnya penulis memahami apakah tulisan yang telah dibuat sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang disyaratkan untuk keperluan angka kredit bagi jabatan fungsional guru. Mudah-mudahan dengan memahami materi yang disajikan ini para guru dapat lebih percaya diri dan tahu persis tulisan yang dibuat masuk dalam kategori tulisan mana yang termasuk Karya Tulis yang dapat diterima oleh Tim Penilai Angka Kredit.




DAFTAR BACAAN:

Gunawi.2005.”Pengantar Penulisan Karya Tulis Ilmiah Populer”. Bahan diklat KTI tidak dipublikasikan

Rochestry Sofyan.2007. “Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah”. Available at http://www.127.001:4664/&s

______________. 2007.”Penyajian Karya Tulis Ilmiah”. Available at http://www.wBOk61rXvOfAjREw4w2xydoxoIU

Supardi.2006.”Menyusun Artikel Ilmiah”. Bahan diklat KTI tidak dipublikasikan

Suhardjono.2006.”Karya Tulis Ilmiah”. Bahan diklat KTI tidak dipublikasikan

Kamis, 26 Februari 2009

Kegiatan Shortcourse di London
Kegiatan TOT di Jakarta